Updates from November, 2010 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • Papua Post 2:46 am on November 5, 2010 Permalink | Balas  

    Pemerintah Diminta Membahas Nasib Rakyat di Puja 

    JAYAPURA [PAPOS] – Anggota Komisi B. DPRP Provinsi Papua, Dered Tabuni, SE. M.Si meminta kepada pemerintah dan Provinsi Papua untuk membahasa nasib masyarakat di Puncak Jaya karena selama Dedline 28 Juni 2010 lalu, hingga sekarang perkembangan ekonomi masyarakat disana tidak menjadi korban.

    Menurut Derek, selama Komisi B DPRP melakukan kunjungan kerja di kabupaten puncak Jaya, Jayawijaya, Nduga, Puncak dan Tolikara masyarakat sempat mengungsi dari kampong masuk ke ibukota Puncak Jaya akibat Dedline yang diberikan Bupati Punjak Jaya pada 28 Juli 2010 lalu.

    “Sejak itu perkembangan ekonomi bagi masyarakat Puncak Jaya menjadi korban bahkan mengalami sakit karena faktor ekonomi,” ungkap Dered Tabuni kepada wartawan, Jumat (4/11) kemarin di ruang kerjanya

    Atas peristiwa yang terjadi di Kabupaten Puncak Jaya, Dered Tabuni selaku anggota DPRP Dapil 4 meminta kepada pemerintah Provinsi maupun Kabupaten untuk duduk bersama membahas nasib masyarakat yang ada di Kabupaten tersebut.

    “Kami dari DPRP menanggapi serius atas nasib rakyat di Kabupaten Puncak Jaya, sehingga sangat penting dibicarakan untuk mencari solisinya,” tukas Dered

    Dikatakan, pihak DPRP yang membidangi perekonomian telah memberitahukan kepada semua kabupaten di Pengunungan agar seluruh kabupaten bersama-sama melakukan pembangunan terutama dibidang ekonomi, bahkan harus mendorong masyarakat sehingga benar-benar memahami arti pertembuhan ekonomi.

    ”Kami minta kepada pemerintah, Provinsi dan Kabupaten agar tidak sekali-kali rakyat di jadikan objek tetapi dijadikan subjek untuk mengambil bagian dalam pembangunan itu sendiri,” katanya. [loy]

    Written by Loy/Papos  
    Friday, 05 November 2010 00:00

     
  • Papua Post 2:39 am on November 5, 2010 Permalink | Balas  

    Korupsi Dana Otsus Bukan Hal yang Baru 

    Poppy: Regulasi Penggunaan Anggaran Otsus Kurang Jelas

    JAYAPURA—Indikasi Korupsi Dana Otsus Papua sebesar Rp.587 miliar sepanjang tujuh tahun anggaran, rupanya bukan hal yang baru, pasalnya BPK RI pernah melaporkan temuan yang lebih besar di Papua, namun yang kemudian terjadi adalah siapa yang melakukan korupsi, sulit terungkap ke public. “Kami pernah temukan yang lebih besar dari itu dan itu juga dari temuan BPK, namun persoalannya adalah dikatakan korupsi, tetapi koruptornya tidak pernah terungkap,” ungkap Anggota DPR-RI asal Papua Barat Poppy Sophia Maipauw, via telephon kepada media ini kemarin.

    Persoalan korupsi di Pa­pua terutama terkait dengan penggunaan dana Otonomi Khusus katanya, bukanlah hal yang baru, pasalnya hingga saat ini belum ada regulasi yang mengatur tentang penggunaan dana Otsus Papua sehingga terkesan tidak ada pengawasan tersendiri terhadap dana itu. “Semua ada pada regulasi, Uang Otsus diturunkan ke daerah itu adalah sebuah proses sengaja dan pembiaran. Dimana tidak ada petunjuk pelaksana teknis,” kata anggota Komite IV DPD RI yang Bidang APBN dan hasil pemeriksaan BPK RI.

    “Tim akan turun, tetapi kemudian siapa koruptornya kan tidak tahu, nah apakah ini proses pembiaran, kesengajaan atau memang tidak tahu,” tanyanya balik.

    Namun untuk memastikan apakah temuan BPK RI Rp578 miliar dari dana Otsus Papua itu, maka klarifikasi dari Gubernur terhadap temuan BPK itu setidaknya dilakukan, sesuai amanat UU, dimana kepala daerah wajib memberikan klarifikasi paling lambat enam puluh hari setelah hasil temuan diumumkan ke public.

    “Ya Gubernur harus memberikan klarifikasi terhadap hasil temuan BPK berdasarkan Undang-Undang paling lambat enam Puluh Hari, dari hasil itu maka DPD RI akan turun ke lapangan,” katanya.

    Menyoal kesulitan untuk melacak siapa koruptornya, Poppy mengatakan, karena dana Otsus tidak dipisahkan dari DAK dan DAU sehingga terjadi tumpang tindih aturan yang kemudian berpengaruh pada kebijakan penggunaan anggaran dan perlu diketahui bahwa Undang-Undang 32 Tahun 2004 tidak bisa dipakai untuk memeriksa penggunaan dana Otsus Papua. (hen)a

     
  • Papua Post 2:24 am on November 5, 2010 Permalink | Balas  

    John Ibo: BPK Jangan Diskriminasi 

    Soal Temuan BPK Penyelewengan Dana Otsus Rp  587 miliar

    JAYAPURA—Menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  soal adanya  penyelewengan dana Otsus senilai Rp  587 miliar, mendapat tanggapan dari  Ketua DPRP Drs John Ibo MM. Pada prinsipnya John Ibo mengatakan mendukung langkah KPK  sesuai kewenangannya untuk menyelidiki soal temuan tersebut.

    “Temuan BPK ada penyelewengan dana Otsus  Rp  587 miliar silakan diselidiki. Hal itu adalah rana BPK dan dewan hanya menerima laporan pertanggungjawabkan yang disahkan gubernur. itu  yang  dibahas. DPRP hanya memberikan  catatan disini seperti ini tolong  diperbaiki. Ndak ada catatan dari gubernur,” katanya ketika dihubungi Bintang Papua di ruang kerjanya, Rabu (3/11) kemarin.

    Menurut dia,  jangan ada diskriminasi. Pasalnya, ia  tak suka diskriminasi.  BPK  harus bekerja jujur pada Tupoksinya. Kalau ada temuan seperti itu diharapkan  transparan kepada rakyat  dan juga kepada DPRP.  “BPK bekerja untuk siapa. Untuk orang, jabatan atau negara. Kalau untuk negara silakan BPK ungkap supaya rakyat tahu,” katanya.

    Badan  Anggaran  DPR RI  menegaskan pihaknya belum  menyetujui alokasi dana Otsus 2011 sebelum gubernur datang memberikan klarifikasi soal pertanggungjawaban dana Otsus tahun tahun sebelumnya, menurutnya, kalau  menyangkut aturan tak bisa dihindari.  Hal itu adalah perhatian bagi provinsi Papua sebagaimana ketentuan ketentuan  tentang pembahasan anggaran pada Kepmen  No 13.

    “Kalau tak patuh siapa yang mau perintah kita kalau aturan itu tak dipatuhi. Saya pikir pemerintah pusat dalam rangka memberi perhatian kepada Papua seharusnya panggil  gubernur jangan dananya ditahan. Panggil  gubernur saja bicara. Panggil gubernur dan DPRP apa kekurangan kami segera kami melengkapinya,” tukasnya.

    “Kalau   anggaran tak dicairkan tak direalisasikan sama saja dengan  menghukum pembangunan  tak jalan di Papua. Dana itu disiapkan untuk Papua kalau disiapkan untuk Papua mau ditahan untuk apa. Ditahan untuk membangun siapa lagi.”

    Sebagaimana dilaporkan,  DPRP mendukung sepenuhnya desakan  dari  sejumlah pihak agar KPK mengusut dugaan korupsi dana Otsus Papua sebagaimana temuan  BPK.

    Terkait dengan hasil  temuan BPK yang ada penyelewengan dana sekitar Rp 587 miliar itu kan bukan sesuatu yang menjadi rahasia lagi.kami secara pribadi atas nama DPRP dan juga anggota Badan Anggaran sekaligus  Ketua Kaukus Parlemen Pegunungan Papua kami sangat setuju dengan pernyataaan Badan Anggaran DPR RI yang menyatakan untuk gubernur harus mengklarifikasi soal dana otsus selama 9 tahun kurang lebih  16 % ditemukan ada penyelewengan dana ini harus dipertanggungjawabkan  jadi kami sangat sepakat kalau DPR RI untuk tak mau kucurkan dana Otsus itu kami setuju  gubernur dia harus bertanggungjawab dulu

    DPRP  mendesak KPK  untuk tak melakukan proses pembiaran. Ini yang terjadi  raja raja kecil di daerah. Selama ini ketika  dana Otsus dicairkan selama 9 tahun berjalan itu kan tak pernah  diaudit baru kali ini mau  dilakukan audit oleh BPK.

    Dan KPK dia harus turun. Kalau sadah ada temuan seperti I ni   16 %  itu bukan sedikit  dananya. Dananya rakyat koq  dipakai kebutuhan kebutuhan di SKPD SKPD. Itu KPU harus turun periksa. Kami minta harus KPK turun. Jadi hasil temuan mereka sudah sangat mendukung  untuk  KPU turun tangkap orang orang itu.

    DPR RI belum menyetujui alokasi dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp 10,4 triliun yang tercantum dalam APBN  2011. Pasalnya, Badan Anggaran DPR RI masih akan meminta  klarifikasi tiga Kepala Daerah penerima dana Otsus pada  medio November mendatang. Badan Anggaran  DPR RI akan melakukan klarifikasi  atas  temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengunaan dana Otsus khususnya Papua.

    Ada tiga provinsi  penerima dana Otsus, yakin Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Papua Barat. Papua diberi status Otsus  pada 2001. Sejak 2002 pemerintah pusat  mengucurkan  dana Otsus, yang hingga 2009 jumlahnya secara akumulatif  mencapai Rp 20,2 triliun.

    Dari jumlah itu,  BPK  baru mengaudit realisasi penggunaan anggaran senilai Rp 3,7 triliun. BPK menemukan  penyimpangan penggunaan  anggaran sekitar  Rp 587 miliar atau sekitar 16 %. Menurut BPK  penyimpoangan yang dimaksud diantaranya digunakan untuk membeli aset daerah yang proses pengadaannya tak sesuai dengan ketentuan.  Padahal sesuai ketentuan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua, dana Otsus diprioritaskan  untuk membiayai sektor pendidikan  dan kesehatan. (mdc)

     
  • Papua Post 2:21 am on November 5, 2010 Permalink | Balas  

    Tugas MRP Diperpajang 3 Bulan 

    Sofia Popy MaipauwJAYAPURA [PAPOS] – Sehubungan dengan keputusan Mentri Dalam Negeri Nomor 161.91-853 tahun 2010 tanggal 28 Oktober 2010 tentang pengesahan perpanjangan keanggotaan Majelis Rakyat Papua (MRP) sampai batas waktu tanggal 30 Januari 2011, maka Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) daerah pemilihan Provinsi Papua, mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua (DPRP) namun Pemerintah Provinsi Papua segerah menetapkan Raperdasus mekanisme pemilihan anggota MRP menjadi sebuah Perdasus.

    Hal itu disampaikan Anggota DPD RI Perwakilan Papua, Sofia Popy Maipauw kepada Papua Pos, Rabu (3/11) kemarin di Jayapura.

    Menurut Sofia Popy Maipauw, bahwa batas waktu perpanjangan masa tugas anggota MRP sesuai Surat Keputusan Mendagri, tanggal 30 Januara 2011 mendatang, dan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah melakukan pemilihan anggota MRP yang baru.

    Sofia Popy Maipauw lebih jauh mengatakan, jika dihitung, waktu kerja pemerintah untuk mempersiapkan pemilihan anggota MRP yang baru hanya 1,5 bulan bila dipotong masa libur. Waktu tersebut sangat singkat, namun DPD RI mengharapkan Gubernur bersama DPRP dapat memanfaatkan waktu itu untuk melakukan pemilihan anggota MRP yang baru.

    Tentunya untuk melancarkan pemilihan itu, kata Sofia Popy Maipauw, Raperdasus mekanisme pemilihan anggota MRP yang sudah diusulkan pihak Uncen maupun yang dirancang oleh Pemerintah Provinsi Papua secepatnya dibahas oleh DPRP dan Pemerintah Provinsi agar menjadi Perdasus.

    “ Kami dari DPD RI mengharapkan sampai batas waktu yang telah ditetapkan Mendagri anggota MRP yang baru sudah terbentuk,” kata Sofia Popy Maipauw.

    Dia mengatakan, berbicara tentang Otsus Papua bukan hanya berbicara tentang uang Otsus saja, tetapi aturan dan kewenangan dalam Otsu situ yang penting. MRP merupakan jantung Otsus di Papua, sebab MRP terbentuk karena lahirnya Otsus di Papua. Oleh sebab itu DPRP dan Pemerintah Provinsi Papua jangan bermain-main dengan produk hukum mekanisme pemilihan anggoata MPR, dan kalau sampai batas waktu yang telah ditetapkan oleh mendagri MRP yang baru belum terbentuk maka pemerintah Provinsi Papua gagal mengimplementasikan aturan Otsus di Papua.[eka]

    Written by Eka/Papos  
    Thursday, 04 November 2010 00:00

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal