Tagged: HAM Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • Papua Post 10:21 am on June 10, 2010 Permalink | Balas
    Tags: , HAM,   

    Agus Alua: MRP Ibarat Bayi yang Lahir di Hutan 

    JAYAPURA-Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Drs. Agus Alue Alua,M.Th mengatakan, sejak Otonomi Khusus diberlakukan dan melahirkan MRP, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dirinya merasa MRP ibarat seorang bayi yang lahir di hutan belantara tanpa arah tujuan yang jelas. “Pasalnya sejak dibentuknya MRP, belum ada satu Perdasus yang telah dibentuk oleh pemerintah sebagai pegangan bagi MRP dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya saat memberikan sambutan pada acara pembukaan Musyawarah Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Masyarakat Asli Papua dalam rangka mengevaluasi Kinerja MRP dan evaluasi terhadap implementasi Otonomi Khusus di Kantor MRP, Rabu (9/6) kemarin.

    Musyawarah yang akan berlangsung hingga Kamis (10/6) ini, diharapkan akan menghasilkan beberapa butir pemikiran brilian sebagai alternatif solusi dari pelaksanaan Otsus di tanah Papua untuk menolong dan menyelamatkan orang asli Papua di atas tanah warisan leluhurnya.

    Musyawarah ini dihadiri sejumlah Muspida Provinsi Papua, pimpinan lembaga keagamaan, akademisi, aktivis LSM, aktivis HAM, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh agama, anggota MRP dan sejumlah mahasiswa asli Papua. Dimana panitia sendiri menyediakan sekitar 450 tempat duduk di dalam ruang rapat.

    Di awal pembukaan musyawarah, tampak penjagaan menuju ruang musyawarah begitu ketat. Sejumlah wartawan yang hendak meliput tidak diperkenankan masuk. “Memang begitu protokolernya,” kata seorang security yang sedang berjaga di pintu masuk.

    Walau pertemuan dilakukan tertutup, setiap pembicaraan di dalam ruang sidang ternyata dapat didengar dari luar, sebab sound sitem juga ditempatkan di luar sidang.

    “MRP dilantik tepat 31 Oktober 2005 oleh Menteri Dalam Negeri di Sasana Krida Kantor Gubernur Dok II Jayapura, anggota MRP dibekali dengan UU No. 21 Tahun 2001, satu buku PP No. 54 Tahun 2004 dan satu buku tata tertib MRP, namun saat pembetukan MRP itu, MRP belum memiliki Perdasus sebagai dasar untuk melakukan tugasnya,” kata Agus Alua.

    Walau demikian, MRP selama masa jabatannya selalu memperjuangkan hak-hak dasar orang Papua, walau dipandang salah oleh berbagai pihak. Hal ini diakuinya pula dalam perjuangan pembentukan SK MRP yang hingga kini belum ada kejelasan.

    Usai sambutan, Agus Alua sempat membacakan evaluasi singkat Implementasi Otonomi Khusus di Tanah Papua dari Januari 2002 hingga Juni 2010 versi MRP.

    Dikatakannya, Otonomi Khusus ada karena masalah di Papua, yakni akibat kehendak rakyat yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Namun dalam perjalanannya terdapat inkonsistensi sikap dan perbuatan pemerintah pusat dan daerah terhadap pelaksanaan UU Otonomi Khusus di Tanah Papua.

    Secara terang-terangan Alua memaparkan sejumlah hal, yang menurutnya menjadi bentuk ketidakkonsitenan Pemerintah Pusat dalam menjalankan Otsus. “Inpres No 1 tahun 2003 ditetapkan untuk menghidupkan Provinsi Irian Jaya Barat walau bertentangan dengan pasal 76 UU No 21 Tahun 2001. Tidak menerbitkan dengan segera berbagai PP yang diamanatkan dalam Undang-undang Otsus, SK Mendagri yang dibackup Mantan Wapres Yusuf Kala untuk Gubernur IJB tahun 2006, mencapai deadlock pada tahun 2006, pencairan dana Otsus cenderung terlambat, tidak ada realisasi atas bagi hasil sumber daya alam Papua untuk Papua dan Jakarta sebagaimana diamanatkan dalam pasal 34 UU Otsus, penetapan PP 77 tahun 2007 tentang larangan bendera separatis dijadikan sebagai bendera cultural. Ini bertentangan dengan amanat UU Otsus khususnya pasal 5. Termasuk masalah politisasi SK 14 MRP tahun 2009, sehingga SK yang bertolak dari amanat UU Otsus mejadi bola liar yang panas dan dipermainkan oleh siapa saja dari pusat sampai daerah.

    Agus Alua juga membeberkan sejumlah inkonsistesi pemerintah daerah dalam mejalankn Otsus, seperti tidak segera membetuk Perdasi dan Perdasus, tidak membetntuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Pengadilan HAM, berlakunya dualisme hukum antara provinsi dan dearah, dimana Otsus menjalankan UU 21 tahun 2001, sedang kabupaten/kota melaksanakan UU No. 32, dan rekrutmen pegawai dianggap masih kurang berpihak bagi masyarakat asli Papua.

    Dengan melihat kenyataan itu, Agus Alua memberikan sejumlah opsi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, termasuk opsi dihentikannya pelaksanaan UU Otsus karena dianggap tidak menolong orang asli Papua.

    Pilihan lain yang dilontarkannya adalah, Undang-undang Otsus dikembalikan ke pusat untuk direvisi, atau ditingkatkan statusnya menjadi sebuah Undang-undang Federal dengan cara satu negara dua sistem, atau pilihan terakhir dilakukan dialog antara Jakarta dan Papua dengan diwadahi pihak ketiga yang independen dalam membahas permasalahan-permasalahan Papua.(rik/fud)
    (scorpions)

     
    • chau yaris 10:15 pm on Juli 10, 2010 Permalink | Balas

      Belajar memimpin dari pa GUSTUR, yang menenankan warga Papua, dengan menginginkan merdeka dan membuat kebijakan untuk naikan bendera Bintang Kejora dari tahun 1999 s/d tahun 2002, dipaksa oleh Megawati untuk diturunkan. Banyak orang pintar di Indonesia, tetapi tidak ada orang berhikmat di Indonesia seperti GUSTUR. kebijakasanaan harus disertai dengan Hikmat, agar sempurana. Semua orang bisa bikin kebijaksanaan, tapi tampa hikamat, mati kebijakan itu.

  • Papua Post 10:34 am on June 9, 2010 Permalink | Balas
    Tags: HAM, ,   

    Tak Akomodir SK MRP, Pusat Dinilai Lecehkan Papua 

    BIAK [PAPOS] – Forum Solidaritas Masyarakat Adat Papua [FSMAP] kabupaten Biak Numfor dan Supiori menilai, Jika SK MRP nomor 14 tahun 2009 tidak disahkan, berarti Pemerintah Pusat tidak lagi mendengar aspirasi dari masyarakat adat Papua.

    Forum solidaritas yang menghimpun sejumlah komponen masyarakat dari Dua Kabupaten ini, (8/6) siang kemarin menyampaikan aspirasinya melalui DPRD kabupaten Biak Numfor agar terus mendesak pemerintah pusat, agar SK MRP yang diperjuangkan demi kepentingan dan hak hak orang Papua itu, segera  diakomodir oleh pemerintah Pusat. “ MRP itu kan lembaga kultural yang mewakili dan memperjuangkan aspirasi masyarakat adat Papua, jadi kalau SK-nya tidak didukung oleh pemerintah Pusat, berarti sama saja, Pemerintah Pusat itu tidak lagi mendengarkan aspirasi dari masyarakat adat Papua,” ujar  coordinator Forum Solidaritas dari berbagai komponen masyarakat ini, Adolof Baransano saat meyampaikan aspirasinya di Aula gedung DPRD Biak Numfor, yang diterima langsung Oleh ketua DPRD kabupaten Biak Numfor dan sejumlah anggota DPRD di kabupaten tersebut.

    Diakatakannya, untuk mewujudkan aspirasi masyarakat adat Papua ini, hendaknya seluruh institusi dan kelembagaan seperti DPRP, MRP, Pemerintah Propinsi dan juga pemerintah kabupaten/kota harus menjalin komunukasi Politik secara baik untuk bersama sama memperjuangkan agar SK MRP itu, dapat diberlakukan di tanah Papua.

    Ketua DPRD kabupaten Biak Numfor, Nehemia Wospakrik SE.Bsc yang menerima langsung aspirasi masyarakat ini mengatakan, pihaknya tetap menerima aspirasi masyarakat yang diwakili oleh ratusan warga Biak dan Supiori ini, dan berjanji akan tetap mendukung dan mengawal aspirasi masyarakat ini, dan akan segera meneruskannya ke Pemerintah Provinsi Papua, DPRP dan juga MRP, agar kepentingan dan hak hak masyarakat asli Papua yang tercantum didalam SK MRP itu, dapat segera diterapkan didalam penyelenggaraan Pemilukada yang sudah semakin mendesak waktu pelaksanaannya. [cr-54]

    Ditulis oleh Cr-54/Papos  
    Rabu, 09 Juni 2010 00:00

     
  • Papua Post 3:55 pm on January 27, 2008 Permalink | Balas
    Tags: , HAM, ,   

    Tanggapan terhadap Kematian Pempimpin Orde Baru: Soeharto 

    Hari ini saya tanyakan kepada seorang Papua, yang sedang menonton televisi, mendengarkan dan menonton prosesi pemberangkatan mayat mantan pemimpin orde baru dari RSPP Pertamina menuju Jalan Cendana No. 08, Jakarta Pusat. Saya bertanya kepadanya, “Bagaimana perasaan Anda saat mendengar, dan menonton peristiwa yang membawa duka bagi seluruh bangsa Indonesia ini?”

    Ia serta-merta menjawab, “Saya bersyukur, bahwa sang Panglima Komando Mandala, yang memimpin perebutan dan pendudukan NKRI di Papua Barat itu telah pergi.”

    Saya lanjutkan, “Tetapi sesuai ajaran agama Anda, seperti dimintakan oleh Presiden SBY dan Wapres Kalla, apakah Anda merasa patut memaafkan dia?”

    Jawabannya, “Ya, sebagai sesama manusia, kita tidak bisa tidak mau memaafkan, itu keharusan, tidak ada satupun manusia bisa menolak memaafkan manusia lain yang telah tiada. Tetapi itu bukan berarti kita lalu sama sekalli melupakan kesalahan dan dosanya terhadap sebuah bangsa, sebuah tanah-air. Dalam hal ini bangsa Indonesia dan bangsa Papua, NKRI dan Negara Papua Barat belum mati, maka apa saja yang diperbuatnya atas nama kedua bangsa dan kedua negara ini tidak bisa dilupakan begitu saja.”

    Lalu, saya mengandai-andai, kalau seandainya Anda menjadi seorang yang berpengaruh atau penting di kawasan Pasifik atau Asia Tenggara, “Bisakan Anda menyerukan agar bangsa-bangsa di dunia mengampuni dia, sebagai seorang manusia?”

    Jawaban, “Beliau sebagai seseorang memang dimaafkan, tetapi tidak bisa dikaitkan dengan bangsa dan negara. Ia melakukan itu sebagai seorang pemimpin dari negara yang bernama Indonesia. Jadi kesalahan Soeharto sebagai Kepala dari Negara Indonesia tidak bisa lantas dihapus pergi bersamanya. Negara Indonesia tetap harus dituntut, itu baru negara hukum, negara demokratis dan peradaban yang manusiawi. Kita tidak bisa menghapus kesalahan atas nama publik dengan kematian seorang individu.”

    • Bagaimana pendapat Anda?
    • Atau apa tanggapan Anda terhadap wawancara singkat ini?

    Silahkan berkomentar.

     
  • Papua Post 3:24 pm on January 27, 2008 Permalink | Balas
    Tags: , HAM, , ,   

    Soeharto di Mata orang Papua 

    Mendahului berbagai artikel yang akan ditulis tentang Alm. Jenderal Besar Haji Muhammad Soeharto, yang telah wafat pada Hari Minggu, 27 Januari 2007, tepat pukul 13:10 WIB di RSPP Jakarta Selatan, maka kami merasa perlu menyampaikan beberapa topik pandangan orang Papua terhadap beliau.

    Kalau seandainya seorang Jawa atau Indonesia bertanya kepada seorang Papua, “Menurut Anda, siapa atau apa Soeharto itu?”, maka orang Papua akan memberikan jawab antara lain:

    1. Dia petinggi militer yang kejam, tak berperi-kemanusiaan;
    2. Soeharto seorang yang sudah tidak punya hatinraninya, manusia yang sudah dibutakan oleh ketamakan atas tanah dan bangsa lain demi kepentingan Pulau dan orang Jawa;
    3. Soeharto adalah pembunuh ayah, ibu, adik, kaka, paman, kerabat, bangsa saya;
    4. Beliau seorang yang sukses meredam aspirasi menyuarakan kebenaran;
    5. Dia Raja orang Jawa;
    6. Dia secara pribadi manusia bertanggungjawab atas kematian Papua sebagai sebuah bangsa dan perusakan alam di Bumi Cenderawasih.

    Pertanyaan untuk diskusi adalah:

    • Bagaimana pendapat masing-masing suku-bangsa di Indonesia?
    • Apa tanggapan Anda terhadap tanggapan seorang Papua di atas?

    Berikanlah tanggapan Anda di bilik Komentar.

    Koteka Webmaster

     
    • papuapost 3:30 pm on Januari 27, 2008 Permalink | Balas

      Menurut saya, Soeharto adalah simbol orang Jawa, ia Presiden dan Raja Jawa yang menguasai Sumatra, Borneo, Sulawesi, Bali, Maluku sampai Papua Barat, simbol betapa manis-manisnya orang Jawa, senyum-senymnya orang Jawa, pada dasarnya senyum dan manis itu adalah senyum dan manis kejahatan, hati yang penuh dengan dendam dan ketamakan, tangan yang penuh dengan lumuran darah sesama, hanya gara-gara negara-bangsa Indonesia yang mereka dewakan bakalan membawa kehidupan adil dan makmur, yang terbukti jelas sebuah kesalahan fatal.

    • RIA 11:26 am on Januari 29, 2008 Permalink | Balas

      KALAU ANDA MEWAWANCARI SESEORANG DARI PIHAK YG TERTINDAS, OTOMATIS KOMENTAR DAN PENDAPAT YG KELUAR ADALAH MENYUDUTKAN BPK SOEHARTO, TAPI COBA WAWANCARAI JUGA SESEORANG DARI DAERAH YG TELAH MERASAKAN MANFAAT PEMBANGUNAN YG TELAH DI JALANKAN BPK SOEHARTO, TENTU JAWABAN MEREKA AKAN MENDUKUNG DAN MEMUJI BELIAU.SAYA SECARA PRIBADI LEBIH SANGAT KASIHAN KPD BELIAU.
      SIFAT MANUSIA PADA UMUM NYA HANYA MELIHAT KESALAHAN ORANG LAIN, DAN KABAIKAN DAN JASA- JASA PADA UMUMNYA SELALU TERLUPAKAN, BEGITULAH SIFAT MANUSIA…
      KEMBALI PADA HAKIKATNYA, TIDAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA, TIDAK ADA YG LUPUT DARI DOSA DAN KHILAF.
      MEMIMPIN BUKAN SEBUAH TUGAS YG MUDAH, APALAGI MEMULAI DARI SEBUAH WILAYAH YG BELUM MEMPUNYAI KEDAULATAN.DAN PAK HARTO TELAH BERHASIL MEMBERIKAN SEBUAH KEHORMATAN BAGI BANGSA KITA.

      BILA HUJAN TURUN, BELUM TENTU DISENANGI OLEH SEMUA ORANG, ADA YG MENGELUH KARENA JEMURAN NYA TIDAK KERING, ADA YG SENANG KARENA SAWAHNYA TELAH BERAIR KEMBALI.
      SEHARUSNYA KITA BISA MENERIMA APAPUN KEADAAN ITU DENGAN IKHLAS DAN LAPANG DADA, KARENA ITU SEMUA SUDAH TAKDIR DARI YG DIATAS.
      BEGITU JUGA DGN PAK HARTO , APAPUN TINDAKAN BELIAU ADA YG PRO DAN KONTRA, TAPI KITA HARUS BISA MENILAI SECARA OBJEKTIV.

    • papuapost 1:58 pm on Januari 30, 2008 Permalink | Balas

      Terimakasih atas komentar Ria, yang secara prinsipil benar-benar betul. Ada dua sisi yang harus diliha: pertama sisi kemanusiaan, dan kedua dari sisi perilaku kemanusiaan itu. Memang semua orang punya salah dan benar, ada hujan dan ada kemarau, tetapi itu tidak berarti jemuran pakaian itu tidak bisa kering gara-gara hujan, karena ada akal manusia untuk menjemurnya dengan cara lain. Demikian pula, di musim kemarau juga bisa ada pengairan untuk mengairi sawah-ladang. Kalau kehujanan, maka manusia sepatutnya menghitung waktu panen dan waktu menuai secara tepat. Manusia sepatutnya bisa membaca bahasa alam, karena manusia itu sendiri adalah makhluk alam dan bagian dari alam. Tetapi oleh karena dibutakan oleh kebutuhan ekonomi, maka suara hatinurani alamiah dimatikan, akhirnya suara alamiah mati.

      Demikian juga dengan Pak Harto, beliau adalah manusia, dan memiliki kelemahan dan kelebihan, tetapi masalahnya apakah kemanusiaan Almarhum itu benar-benar manusiawi? Apakah kesalahan yang ia lakukan itu karena lalai, khilaf, atau karena tak sanggup menghentikan hujan mengguyur sawahnya, karena tak sanggup mengairi sawahnya? Ataukah karena ia sebagai manusia berikhtiat dan memaksakan kehendaknya kepada manusia-manusia dan bangsa lain sehingga menyebabkan hujan dan kemarau bagi sawah-dan-landang suku-bangsa lain di Indonesia?

      Semua manusia yang pernah dilahirkan mau tak mau harus mati. Tetapi tidaklah manusiawi kalau kematian orang manusia lain itu dipaksakan dan dikomando oleh orang manusia lain, karena kita tidak diberi hak untuk mencabut nyawa orang manusia lain, entah dengan alasan apapun.

      DILIHAT DARI SISI POSITIVE: Memang betul, ada banyak orang Indonesia yang merasakan betapa tenang, damai, aman dan tenteram kehidupan ini sewaktu beliau berkuasa. Tetapi saat orang Papua keluar ke konteks NKRI, kita perlu melihatnya dalam konteks dunia pula, yaitu kenyataan bahwa ternyata kenyamanan, ketenteraman, kedamaian, dan ketengan itu bukan karena dan atas dasar kemampuan orang Indonesia sendiri, sebagaimana seharusnya, seperti kampanye Berdiri atas kaki sendiri (berdikari) oleh Soekarno. Berdikari artinya tidak punya hutang melebihi hutang-hutang negara lain, sampai-sampai NKRI ini dalam waktu raktusan tahun-pun tak akan pernah melunasi hutang.

      Jadi, segala yang baik atas dasar berutang kepada orang lain sepantasnya tidak menjadi pujian.

      KESIMPULAN SEMENTARA:

      Baik dalam konteks NKRI maupun dalam konteks Papua Barat, apa yang telah terjadi, secara manusiawi, adalah hal-hal yang tidak wajar, tidak manusiawi, tidak seharusnya terjadi: Pelanggaran HAM di sana-sini, dan menggali lubang lalu menutup lubang dengan menggali lubang baru, berhutang sana-sini. Bagaimana bisa dikatakan sebuah keluarga itu tenteram dan lebih baik, seoarng ayah panutan kalau sang ayah bekerja setiap saat gali lubang tutup lubang? Lalu meninggalkan galian-galian itu buat anak-cucunya cari akal menutupnya? Apakah ini manusiawi?

    • nourou 1:48 pm on Maret 24, 2009 Permalink | Balas

      walaupun suharto orang jawa tapi kan g semua orang jawa yang kejam dan jahat seperti itu.dan dia bukan raja jawa karena yang saya tau raja jawa itu bertugas sebagai pengayom rakyat.

    • peter 12:27 am on Oktober 14, 2009 Permalink | Balas

      soeharto adalah penjahat terbesar yg ada di dunia ini semoga tuhan memberikan tempatnya di neraka……………..

    • orang timur 3:19 pm on Januari 29, 2010 Permalink | Balas

      SEBAIKNYA PROGRAM TRANSMIGRASI DI HAPUS SAJA. KARENA ITU MERUPAKAN PENJAJAHAN MODEL BARU BANGSA JAWA TERHADAP SUKU BANGSA LAIN DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN RUMUS JAWA BHINEKA TUNGGAL IKA..

    • gituajekokrepot 9:41 pm on Agustus 28, 2010 Permalink | Balas

      Sebenernya mau jawa yg berkuasa kek, atau padang, atau sulawesi yg penting kan kita satu. Kalo mau simpelnya kita punya 2 ras: melayu dan melanesia. Hari gini udh gak jaman kita bercerai berai, ayo mau melayu atau melanesia bersatu! Mari kita saling membantu untuk kemajuan kita!

      • helukasem 4:08 pm on Agustus 23, 2011 Permalink | Balas

        sekarang mulai hari ni sampai selanjutnya berhenti transmigarasu otonomi di tanah papua hentikan masayarakat korban diatas korban haibi masyarakat saya

    • nusnyari 2:00 pm on Oktober 8, 2011 Permalink | Balas

      ria…. memang itu kenyataan..kalo memang dia bukan orng jahat..indonesia dgn negara kepulaun tak cock dgn bentuk negara kesatuan, hrs federal, dan bukan kekuasaan otoriter, dengan bgthu sistem ke daerah bukan bersifat dekonsentrasi tetapi sentralisasi ya artinyatdk memberi keleuasaan kpd daerh utk mengurus daerahnya sendiri..mala memusatkan kepengurusan semua pada pemerintah pusat kalo coba demokrasi dgn sistem desentralisasi.. tp khn dah terbukti kalo itu semua cuman karena orng tak punya hati…kalo dia punya hati dan mau men yatukan hrs menggunakan sitem pemerintahan yang menguntungkan semua daerah agar pembangunan merata.. katax bhineka tunggal ika… yang didapat dr daerah2 dgn makna atau moto negara kita ini… jd bagi kami dah bazi blng orng itu baik… dengan kekuasaanny yg selama 35 tahun tak ada kemajuan dikitpun di kami apaka itu yg di sebut dgn orng baik.. seharux kamu dlm berbicara harus melihat fakta lapngan jgn cuman pidatox aja…. yg lebih mengerikan tdk membangun malas mensusahkan masyarakat kita dgn program transmigrasi harus bersaing di pasar lg..itu apa namax…. datangkn bencana aja….

      gituajakorepot..hahahaha jgn asal bunyi mas….. bersatu tp kita tanah yg kaya raya… bgmn mau bersatu kalo daerha kayax tp masyarakatx tetap terbelakang.. mending cerai..kita bisa urus kekayaan kita sendiri..dr pada gabng dgn perampok2 yang akan merampok habis kekayaan kita…

    • Mboh sakkarepmu 6:07 pm on Desember 5, 2012 Permalink | Balas

      Ayo,dukung nasionalisasi PTFreeport,dan sita harta suharto untuk bayar utang luar negeri

    • Mboh sakkarepmu 6:08 pm on Desember 5, 2012 Permalink | Balas

      Ayoooooooooooo,dukung nasionalisasi PTFreeport,dan sita harta suharto untuk bayar utang luar negeri

    • Mboh sakkarepmu 6:10 pm on Desember 5, 2012 Permalink | Balas

      Aaaaaaayyyyyyoooooooooooo,dukung nasionalisasi PTFreeport,dan sita harta suharto untuk bayar utang luar negeri

    • heluka 4:08 pm on Januari 10, 2013 Permalink | Balas

      pemerintah papua yang mekarkan propinci baru diatas tanah tanha papua bukan mmembagun tatapi menjatukan rakyat papau maka kami masyarakat diatas tanah papua toko adat toko pemuda barbagai masyarakat menyatakan a7 pememakaran di hentikan karena papua bukan minta pembagunan tidak kami mau itu mau merdeka bukan minta ang minta progaram tidak 100/% katakan tidak tidak

c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal